Jadikan Shalat Pencegah Perbuatan Keji dan Munkar

>> Minggu, 01 Maret 2009

Setiap kewajiban yang telah dibebankan Islam kepada umatnya senantiasa memuat hikmah dan maslahat bagi mereka. Islam menginginkan terbentuknya akhlak Islami dalam diri Muslim ketika ia mengimplementasikan setiap ibadah yang telah digariskan oleh Allah SWT dalam Kitab dan Sunnah rasul-Nya.

Pada akhirnya nilai-nilai keagungan Islam senantiasa mewarnai ruang kehidupan Muslim. Tidak hanya terbatas pada ruang kepribadian individu Muslim, namun nilai-nilai itu dapat ditemukan pula dalam ruang kehidupan keluarga dan komunitas masyarakat Muslim. Kita bisa merenungkan kembali ayat-ayat Allah yang berkaitan dengan hal ini, sebagaimana salah satu firman-Nya,

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah: 183).

Melalui ibadah puasa, Allah SWT menginginkan terbentuknya pribadi-pribadi Muslim yang bertakwa. Pribadi yang tidak pernah mengenal slogan hidup kecuali slogan yang agung ini: sami’naa wa atha’na. Pribadi yang senantiasa melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya dalam situasi dan kondisi apapun.

Oleh karenanya, Nabiyullah agung Muhammad SAW telah bersabda: “Takutlah kamu kepada Allah di manapun kamu berada, ikuti keburukan dosa dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskannya dan gauli manusia dengan akhlak yang baik.”

Dalam sabda beliau yang lain: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa faridlah (kewajiban) maka jangan sekali-kali kamu menyia-nyiakannya, Dia telah menetapkan batasan-batasan maka jangan sekali-kali kamu melampui batas, Dia telah mengharamkan banyak hal maka jangan sekali-kali melanggarnya….”

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. 9/At-Taubah: 103).
Dengan ibadah zakat, Islam mengharapkan tumbuh subur sifat-sifat kebaikan dalam jiwa seorang Muslim dan mampu memberangus kekikiran dan cinta yang berlebihan kepada harta benda. Begitu juga ibadah shalat yakni ibadah yang jika seorang hamba melaksanakan dengan memelihara syarat-syarat, rukun-rukun, wajibat, adab-adab, dan kekhusyu`an di dalamnya, niscaya ibadah ini akan menjauhkannya dari perbuatan keji dan kemunkaran. Sebaliknya, ibadah ini akan mendekatkan seorang hamba yang melaksanakannya dengan sebenarnya kepada Sang Khalik dan mendekatkannya kepada kebaikan-kebaikan serta cahaya hidup.

Perhatikan ayat berikut ini, “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. 29/Al-Ankabuut: 45).

Muslim yang selalu menunaikan ibadah ini akan selalu aktif dalam kegiatan-kegiatan kebaikan dan mampu menjadi cahaya di tengah-tengah masyarakatnya. Muslim yang memiliki hamasah yang menggelora dalam memperjuangkan kebenaran dan memberangus nilai-nilai kemunkaran, kelaliman, dan perbuatan keji lainnya. Hatinya terasa tersayat di saat menyaksikan pornografi dan porno aksi mewabah di tengah-tengah masyarakatnya. Jiwanya akan terus gelisah ketika melihat kelaliman yang dipermainkan para budak kekuasaan.

Memang, ia harus menjadi cahaya yang berjalan di tengah-tengah kegelapan zaman ini. Allah berfirman, “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. 6Al-An’am: 122)

Ikhwan dan akhwat fillah,
Ibadah shalat adalah awal kewajiban yang diperintahkan Allah SWT kepada umat ini pada peristiwa Isra dan Mi’raj. Ibadah yang merupakan simbol dan tiang agama, “Pokok urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah.” (HR Muslim). Ibadah yang dijadikan Allah sebagai barometer hisab amal hamba-hamba-Nya di akhirat, “Awal hisab seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka seluruh amalnya baik, dan apabila buruk maka seluruh amalnya buruk.” (HR At-Thabrani).

Ibadah shalat merupakan wasiat Nabi yang terakhir kepada umat ini dan yang paling terakhir dari urwatul islam (ikatan Islam) yang akan dihapus oleh Allah SWT. Selain ini, shalat juga penyejuk mata, waktu rehatnya sang jiwa, saat kebahagiaan hati, kedamaian jiwa dan merupakan media komunikasi antara hamba dan Rabbnya.
Ibadah yang memiliki kedudukan atau manzilah yang agung ini tidak akan hadir maknanya dalam kehidupan kita, tatkala kita lalai menjaga arkan, wajibat dan sunah yang inheren dengan ibadah ini.

Tatkala kita tidak mampu menghadirkan hati, merajut benang kekhusukan dan keikhlasan dalam melaksanakan ibadah ini maka kita tidak akan mampu menangkap untaian makna yang terkandung di dalamnya. Kita tidak akan mampu memahami sinyal-sinyal rahasia yang ada di balik ibadah ini.

Tidakkah banyak di antara manusia Muslim yang ahli ibadah namun masih jauh dari nilai-nilai Islam. Ahli shalat namun masih suka melakukan kemaksiatan. Hal ini disebabkan nilai-nilai agung yang terkandung dalam ibadah sama sekali tidak mampu memberikan pesan-pesan ilahiah di luar shalat. Takbir yang dikumandangkan di saat beribadah tidak mampu melahirkan keagungan di luar shalat. Do’a iftitah “Inna shalaatii wa nusukii….” yang dilafazkan dalam shalat tidak mampu mengingatkan tujuan hidupnya. Ibadah ini seolah-olah hanya menjadi gerakan-gerakan ritual yang maknanya tidak pernah membumi dalam kehidupan orang yang melaksanakannya.

Oleh karena itu, ibadah shalat yang mampu melahirkan hikmah pencegahan dari perbuatan keji dan kemungkaran, hikmah pensucian jiwa dan ketentraman, apabila dilakukan dengan penuh kekhusyukan, mentadabburkan gerakan dan ucapan yang terkandung di dalamnya, penuh ketenangan dan dengan tafakkur yang sesungguhnya. Maka ia akan keluar dari ibadah dengan merasakan kenikmatannya, terkontaminasi dengan nilai-nilai keta’atan dan mendapatkan cahaya ma’rifatullah.

Rasulullah SAW bersabda: “Tidak seorangpun yang melaksanakan shalat maktubah (fardlu), lalu ia memperbaiki wudlunya, khusyuk dan rukuknya kecuali shalat ini akan menjadi pelebur dosa-dosa sebelumnya selama tidak melakukan dosa besar. Dan ini berlaku sepanjang tahun.” (H.R. Muslim)

Inilah yang pernah dilakukan oleh salaf shalih termasuk di dalamnya Ibnu Zubair RA. Mereka laksana tiang yang berdiri tegak karena kekhusyukannya. Mereka terbius dengan kerinduannya akan Rabbnya dan mereka asyik berkomunikasi dengan Sang Khalik tanpa terganggu dengan suara makhluk-Nya.

Ikhwan dan akhwat fillah,
Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan di saat melaksanakan ibadah shalat agar hikmah di dalamnya selalu terjaga. Pertama, menjaga arkan, wajibat dan sunah. Rasulullah SAW bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat.”
Kedua, ikhlas, khusyuk dan menghadirkan hati. “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.S. 98/Al-Bayyinah: 5).
Ketiga, memahami dan mentadabburi ayat, do’a dan makna shalat. “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (Q.S. 107/Al-Maa’uun: :4-5).
Keempat, mengagungkan Allah SWT dan merasakan haibatullah. Rasulullah SAW bersabda, “…Kamu mengabdi kepada Allah seolah-olah kamu melihatNya dan apabila kamu tidak melihat-Nya, maka (yakinlah) bahwasanya Allah melihat kamu…” (H.R. Muslim).

Semoga kita semua mampu merenungkan kembali arti shalat dalam kehidupan dakwah dan memperbaikinya agar kita benar-benar mi’raj kepada Allah SWT. Wallahu A’lam Bish-shawwab

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ - والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Read more...

Demo Dengan Semangat Dakwah

Ikhwah Fillah…
Sesungguhnya tidak ada yang lebih pantas untuk dinyatakan dan diangkat ke permukaan dalam hidup ini selain kebenaran yang meliputi keadilan, kesusilaan, kejujuran/sportivitas, dll. Tidak ada yang lebih patut dinyatakan secara vokal dan dipublikasikan setelah kebenaran selain penolakan terhadap lawan kebenaran, yaitu kebatilan atau kemunkaran dengan segala bentuknya. Ini sesungguhnya adalah misi agama Allah dan Rasulullah saw. Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an,
“Dialah Allah yang telah mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar (al Islam), untuk ditinggikan (dimenangkan) Nya atas semua agama lainnya, meskipun orang-orang musyrik tidak menyukainya “ (Q.S. At-Taubah: 33. dan As-Shaf: 9).
Di dalam Islam, kita mengetahui bahwa amal kebaikan yang tinggi nilainya adalah jihad dengan segala tingkatannya, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi yaitu menyatakan “kalimatul haq“ (ungkapan kebenaran) di hadapan penguasa yang zhalim. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits Nabi saw.
Demonstrasi atau muzhaharah yang kita lakukan adalah kegiatan unjuk rasa secara vokal dan lugas (terang-terangan) dalam menyampaikan salah satu dari dua misi suci, yaitu yang bersifat “munasharah“ atau “inkarul munkar”. Munasharah adalah menyatakan dukungan dan advokasi terhadap sebuah prinsip kebenaran yang sedang diperjuangkan, seperti munasharah untuk segera disahkannya RUU Sisdiknas. Sementara Inkarul Munkar adalah muzhaharah yang menolak suatu prinsip kebatilan/kemunkaran yang mengancam atau yang sudah terjadi, seperti penolakan terhadap pornografi dan pornoaksi.
Ikhwah fillah…
Dari sudut pandang itu, kita dapat letakkan demo dalam konteks dakwah, karena demo dapat digunakan sebagai salah satu wasilah atau sarana dan bahasa dakwah yang menyatakan keberpihakan pada kebenaran dan penolakan terhadap kebatilan. Dengan demikian, demo juga merupakan artikulasi dari amar ma’ruf dan nahi munkar, melalui ekspresi vokal dan dukungan sosial, lantangnya sebuah demonstrasi akan mempengaruhi efektivitas pengerahan massa dan semakin banyak pendukung kebenaran maka hal tersebut akan makin menunjukkan betapa kuatnya kebenaran tersebut.
Sebagaimana media, ekspresi publik pada hakikatnya semata-mata adalah alat yang bisa digunakan untuk tujuan yang baik dan mulia, atau tujuan yang merugikan masyarakat. Sehingga untuk memastikan apakah suatu demo itu bernuansa atau bersifat da’wi haruslah dicermati beberapa hal. Pertama, pastikan tujuannya adalah untuk membela kebenaran atau menolak kebatilan. Kedua, berniatlah untuk berdakwah, yaitu mengajak dan mempengaruhi opini publik agar berpihak pada kebenaran. Ketiga, hendaknya tetap memperhatikan etika dakwah, seperti tidak memfitnah tapi menyebutkan fakta, tidak melecehkan atau menyakiti tapi mengoreksi dan mengingatkan. Hendaknya kita tidak berlaku destruktif dan anarkis agar mampu memikat publik, dan tidak mengucapkan kata-kata kotor melainkan ungkapan yang masih berada dalam batas-batas etika umum. Perlu ditegaskan bahwa menyatakan sesuatu secara lantang dan tegas dengan tuntutan yang keras, tidak berarti harus dengan bahasa dan cara yang kasar atau brutal, sebab kekuatan suatu komunikasi publik lebih terletak pada misi dan kekuatan bahasanya.
Potret demo yang da’wi kiranya pernah dipraktekkan Nabiyullah Musa dan Harun ‘alaihimassalaam ketika mencoba meyakinkan Firaun tentang kebenaran dakwah yang dibawanya. Dan pada peristiwa lain para tukang sihir (saharah) Firaun berdemo menolak untuk melanjutkan kesetiaannya kepada Firaun, meskipun mereka menghadapi resiko yang sangat berat. Jika sudah menyangkut masalah keimanan, resiko apapun menjadi kecil di hadapan kebesaran-Nya. Allahu Akbar.
Dalam semangat yang sama, meski tidak melibatkan massa, seorang ibu terang-terangan menolak rencana kebijakan Umar bin Khathab yang akan membatasi nilai mahar dalam pernikahan. Dengan kata-katanya yang lantang tetapi sopan dan jelas maksudnya, Umar pun menerima protes perempuan itu dengan mengatakan, “Shadaqatil mar-atu wa akhtha-a Umar”. (Perempuan itu benar dan Umar salah).
Dakwah, sebagai pekerjaan paling mulia dan “ahsanu qaulan” (ucapan yang paling baik), sangat layak untuk disampaikan dengan berbagai sarana yang halal, tetapi bukan menghalalkan segala cara dan sarana. Demo yang da’wi adalah demo yang halal atau mubah, namun sesuai dengan tingkat urgensinya, ia bisa meningkat hukumnya menjadi sunnah bahkan wajib untuk dilakukan atau diikuti. Seorang dai kiranya belum lengkap kedaiahannya dan belum optimal menjalankan tugasnya, jika belum menyalurkan misi dakwahnya melalui berbagai saluran yang wajar dan terdiversifikasi, antara lain dengan cara demo yang Islami. Lebih dari itu demo akan memberikan nilai tambah berupa pengalaman tarbiyah maidaniyah yaitu pengalaman yang baik dari lapangan, sebab seorang dai adalah tipe manusia yang senantiasa terus bergerak (mobile). Suatu saat ia berada di belakang meja, pada saat yang lain tampil di depan forum ilmiah, dan di lain waktu ia berada di depan memimpin massa demo yang gagah tapi beradab.
Sebuah realitas bahwa kegiatan demo sangat membutuhkan etika dan semangat dakwah, agar tidak destruktif dan anarkis tetapi justru memberikan pembelajaran dan membangun stigma positif, sementara dakwah islamiyah yang bertujuan untuk menegakkan kebenaran dan menolak kebatilan, kadang memerlukan demo sebagai salah satu sarana dalam menyampaikan misinya.
Ikhwah fillah…
Ketika dakwah mengambil demo sebagai suatu pilihan caranya, maka pilihan ini harus mendapat dukungan para kader dakwah. Alangkah indah dan menyejukkan hati saat melihat jamaah yang besar sedang menunaikan shalat berjamaah, dengan rapi dan khusyu’. Indahnya pemandangan yang serupa bisa dinikmati saat menyaksikan gelombang demo yang besar, tetapi dengan tertib (jama’i) serta khusyu’ menjalankan agenda-agendanya. Dakwah dan kader dakwah perlu membuat citra dan memperkenalkan terus demo yang da’wi.
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamd.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ - والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Read more...

peternakan coy

peternakan coy
susu

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP