sumpek...
>> Rabu, 03 Desember 2008
wuih,,,,, hari ne dingin bangetz....
tapi ada salah seorang sahabat gw namanya reza.
alhamdulillah dia baek...
saya mau berubah...
tapi bukan karena Imam
assalamu'aalikummmmmmmmmmmmm salam semua..... bismillahirrahmanirrahiiiiiiiiiiim
PARADIGMA BARU DA’WAH KAMPUS
Integralitas Da’wah Kampus Untuk Mewujudkan UGM Darussalam
Li kulli marhalatin ahdafuha, li kulli marhalatin rijaluha (dalam setiap tahapan da’wah memiliki tujuan dan rijalnya masing-masing). Masa transisi bangsa ini telah memberikan pengaruh terhadap dinamika dakwah kampus. Tuntutan akademis, meningkatnya biaya pendidikan, karakter mahasiswa yang semakin hedonis, munculnya berbagai harokah da’wah dan semakin menurunnya energi pergerakan mahasiswa turut memberikan warna tersendiri dalam denyut nadi da’wah kampus. Perubahan itu ternyata mengalir ke berbagai kampus dibelahan bumi nusantara. Oleh karena itu dakwah kampus harus mampu menjawab tuntutan zaman yang terus berubah. Perubahan itu mengharuskan dakwah kampus segera berbenah dan bermetamorfosa agar tak tergilas oleh roda zaman itu sendiri.
Dakwah kampus yang sedang mengalami transisi zaman tidak membutuhkan perubahan yang sifatnya parsial, tetapi ia membutuhkan perubahan yang besar dan berkelanjutan disemua sayap da’wahnya. Oleh karena itu, transisi dakwah kampus akan sulit dilewati ketika para pelakunya tidak memiliki akal-akal besar dan paradigma baru dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada.
Penyakit Umat dalam Da’wah
Sebenarnya da’wah Islam tidak pernah berhenti (karena itu Sunnatullah), akan tetapi barangkali ia tidak begitu efektif dalam melakukan perubahan. Bahkan, kadang yang terjadi justru hasilnya malah kontra produktif dengan da’wah itu sendiri. Mengapa malah demikian? Sebenarnya, muasal dari itu semua bersumber pada sikap individual (infirodi) pelaku da’wah. Penyakit ini lantas menjadi sebuah sikap. Sikap dan pendirian ini kemudian mempengaruhi maknawiyah (mental) dan aktivitasnya.1
Pun demikikan dalam da’wah kampus. Selama ini SKI (Sie Kerohanian Islam) yang ada di setiap fakultas-fakultas di UGM (ataupun di Universitas yang lain) seringkali melakukan kerja-kerja yang malah memperlemah da’wah itu sendiri (kalau tidak boleh dibilang menghancurkan). Banyak langkah-langkah yang mereka ambil tanpa didasari oleh maknawiyah dan aktivitas-aktivitas yang kuat sehingga cenderung memperlihatkan gejala-gejala individualis (infirodi) itu sendiri.
Sikap emosional yang sering ditunjukkan ketika menanggapi sebuah permasalahan membuat anggapan bahwa seorang da’i kurang begitu memahami arti pentingnya sebuah keteladanan. Sikap gegabah tersebut yang malah membuat batu bumerang bagi da’i untuk bersikap (mencitrakan diri kita) sebagai seorang tauladan bagi orang di sekitar kita. Citra Islam yang seharusnya dibangun atas dasar keteladanan ternyata malah dibuat negatif oleh da’i-da’i yang sering berbuat kekeliruan.
Dari segi aktivitas yang dilakukan sering pula menunjukkan kegamangan dalam bersikap. Dalam membuat perbaikan terkadang masih bersifat tambal sulam. Hal ini disebabkan berbagai keterbatasan yang ada pada individu. Betapapun hebatnya, sebagai manusia, seorang da’i tidak bebas daei kekurangan. Baik aspek kemampuan maupun usia. Da’wak tambal sulam yang demikian tidak akan membuahkan hasil. Energinya akan habis percuma karena belum selesai parbaikan pada satu sisi, kerusakan terjadi di tempat yang lain. Belum selesai perbaikan pada bagian yang kedua, bagian pertama yang kemarin sudah mulai usang.2
Integralitas Da’wah Kampus
Da’wah yang merupakan proses besar dan berat ini tidak mungkin dilakukan secara individual. Sebab, tiap-tiap diri tidak bebas dari kekurangan. Namun betapa pun kecilnya dan terbatasnya individu, da’wah akan menjadi besar dan kuat dalam amal jama’i.3
Di dalam sebuah lembaga SKI dimasing-masing fakultas tentu ada kelebihan dan kekurangan dalam setiap gerak da’wahnya. Sehingga perlu adanya sinergitas antar setiap SKI untuk mengonsep sebuah sistem da’wah yang ideal di kampus. Gerakan integral yang dibangun atas dasar kefahaman akan menghasilkan langkah-langkah yang terstruktur untuk mencapai tujuan-tujuan da’wah di kampus. Ibarat sebuah tubuh yang saling berikatan satu sama lain tentu akan lebih mudah untuk menggerakkannya. Setiap lini yang ada saling melengkapi dalam bangunannya hingga tercipta landasan awal untuk mewujudkan UGM Darussalam.
Paradigma Baru Dalam Da’wah Kampus
Da’i yang menjadi pelaku da’wah kampus seharusnya memiliki paradigma tersendiri dalam mengemban misi da’wah ini sehingga dapat terwujud masyarakat yang islami di kampus. Salah satu tujuan dari dakwah kampus itu sendiri adalah dengan memperbanyak orang sholeh yang nanti akan mengisi ruang-ruang yang ada di masyarakat (yang bertindak sebagai tokoh di sana) sehingga tercipta sebuah sistem yang islami di masyarakat.
Sebuah peradaban islami (madani) di masyarakat menjadi sebuah cita-cita yang selama ini dirindukan oleh umat. Teringat pada masa lalu bahwa Islam pernah berjaya di masa kepemimpinan Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam di Madinah yang itu menjadi sebuah contoh yang nyata bahwa sistem islam menjadi aturan yang diterapkan di sebuah negara yang itu menciptakan peradaban yang gemilang. Tercipta ketentraman dan keadilan di dalamnya, tersuguhkan suasana yang harmonis di dalam masyarakat, sehingga menjadikan idaman bagi setiap umat untuk mengulanginya.
Kejayaan Islam adalah sebuah kepastian dan itu adalah janji Allah ta’ala. Namun yang perlu kita pahami sekarang adalah dimana posisi kita saat itu? Ketika Islam berjaya apakah kita ikut berkontribusi dalam pencapaiannya?
Risalah da’wah yang dibawa Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat yang itu diwariskan oleh orang-orang yang memiiki semangat juang tinggi untuk menegakkan agama Allah di muka bumi ini. Beberapa hal yang ini merupakan tahapan-tahapan atau ruang-ruang da’wah yang menjadi patokan bagi da’i-da’i kampus untuk ikut berkontribusi dalam mewujudkan UGM Darussalam. Tidak lepas dari itu semua kejayaan ISLAM yang selama ini diimpi-impikan itu menjadi kenyataan.2
Ruang pertama, Meretas Jalan Kebangkitan Islam. Gerakan da’wah ini teristimewakan dengan beberapa karakteristik yang membedakannya dari da’wah-da’wah lainnya. Karakteristik itu bukan hanya sekedar formalitas, akan tetapi merupakan ekspresi inti fikrah yang mendasari proyek besar kebangkitan Islam yang membawa da’wah menuju kejayaannya.
Melalui da’wah dan jihad agama ini diperjuangkan. Insya Allah da’wah akan menggapai kejayaan, keagungan, dan kepemimpinan dunia. Hal itu hanya dapat dicapai dengan keikhlasan dalam berjuang, keteguhan menghadapi ujian, kekuatan menghadapi tantangan, keteladanan dalam beramal, keberanian dalam megambil keputusan, kecerdasan dalam bersiasat dan kesabaran dalam meraih kemenangan.
Ruang kedua, Tahapan Amal Da’wah dan Teori Kebangkitan. Dalam berbagai risalahnya Ustadz Hasan Al-Banna menjelaskan tentang tahapan amal da’wah, agar Islam menemui era kejayaannya kembali hingga tidak ada lagi fitnah dimuka bumi ini.
”Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan agama itu semata-mata hanya milik Allah….” (Q.S : Al-Baqarah : 193).
Dalam risalah ”Bainal amsi wal yaum” yang ditulis oleh Mursyid ’Aam pertama Al-Ikhwan Al-Muslimun, dengan jelas mengejawantahkan tahapan itu dalam dua tahapan besar.
a. Tujuan jangka pendek yang mencakup perbaikan individu, membina keluarga Islami, dan membentuk masyarakat Islami.
b. Tujuan jangka panjang yang meliputi memperbaiki pemerintahan, membebaskan negeri muslim dari penjajahan asing, tegaknya daulah dan Kekhilafahan Islam, dan kepemimpinan dunia.
Jika kita lihat di sini ada beberapa tahapan yang sering dikenal dengan marotibul amal. Dan setiap tahapan itu memiliki jenjangnya dan setiap jenjangnya parlu adanya evaluasi-evaluasi setiap capaian-capaian da’wah yang berhasil dicapai.
Ruang ketiga, Paradigma Baru Da’wah Kampus. Tantangan dan tuntutan zaman menghendaki da’wah ini harus terus berjalan di semua sisinya baik secara struktural maupun kultural dan integral di seluruh dimensi, serta putaran amalnya. Da’wah kampus berhadapan dengan berbagai dimensi kehidupan. Sebagaimana sifat dasarnya, Islam bersifat syamil (menyeluruh) dan mutakamil (sempurna). Oleh karena itu da’wah kampus merupakan motor besar kaderisasi yang akan mensuplai alumninya untuk memasuki seluruh sendi-sendi kehidupan.
Untuk menjawab berbagai tantangan dan tuntutan zaman, aktifis da’wah harus membekali dirinya untuk melakukan mobilitas da’wah baik secara vertikal maupun horizontal. Jika mobilitas horizontal bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat Islami, maka mobilitas vertikal bertujuan untuk mempersiapkan sekaligus menerapkan kehendak-kehendak Allah SWT kedalam sistem kenegaraan. Sebagaimana Rasulullah SAW telah mempersiapkan terlebih dahulu masyarakat yang menerima konsep Islam, sampai akhirnya mendirikan sebuah institusi politik, yaitu negara Madinah. Ada tiga kunci utama yang harus dimiliki oleh para kader da’wah dalam melakukan mobilitas vertikal maupun horizontal. Ketiga kunci itu adalah kredibilitas moral, kredibilitas sosial dan kredibilitas profesional. Jika ketiga kapasitas ini dimiliki oleh kader da’wah, maka insya Allah da’wah akan diterima dimanapun dan kapanpun kita berada.
Ruang kempat, Memahami Medan Amal Da’wah Kampus. Da’wah kampus dengan berbagai karakter dan dinamikanya harus mampu mengoptimalkan peran dan fungsinya sebagai marhalah yang mencetak SDM baik secara kuantitas maupun kualitas. Pembentukan kuantitas kader dapat dilakukan dengan memperluas sarana rekrutmen, dan pembentukan kualitas kader dilakukan melalui tadrib wa taujih al amal (pelatihan dan pengarahan kerja di berbagai amal da’wah kampus). Amal da’wah kampus harus kita pahami secara integral agar tidak terjadi disorientasi dalam da’wah kampus dan ashobiah antar lini da’wah.
Dalam sirah nabawiyah dijelaskan tentang kisah hijrah nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Kisah itu memberikan pelajaran kepada kita tentang kolektifitas dan integralitas amal serta kecerdasan akal yang saling bersatu padu hingga menuai kesuksesan gemilang untuk perkembangan da’wah Islam dimassa depan. Da’wah kampus pun harus mengambil pelajaran berharga dalam mengelola dinamika dan strategi kerjanya. Setiap kader harus memahami pembagian amal da’wah bukan untuk bekerja secara parsial, akan tetapi hal tersebut bertujuan untuk pembagian fokus kerja agar roda da’wah ini berjalan secara profesional dan sinergis. Sebagaimana Rasulullah SAW membagi medan amal kepada Abu bakar, Abdullah, Asma dan Amir, keempatnya mampu bekerja secara optimal dalam melakukan pembagian peran untuk meyelamatkan Rasulullah SAW dari pengejaran kafir Quraisy dan selanjutnya Islam berkembang sangat cepat di Madinah.
Aktivis da’wah kampus harus melakukan harmonisasi sebagai upaya mengoptimalkan potensi masing-masing lini da’wah dan mengefektifkan sinergi antar lembaga. harmonisasi mencakup pembagian atau kerjasama peran, bidang garap, isu, obyek da’wah dan hal-hal lain, sehingga tercegah kondisi tumpang tindih, kesenjangan atau saling memperlemah antar elemen da’wah kampus.
Ruang kelima, Sukses Mengelola Da’wah Kampus. Da’wah kampus sejatinya tidak akan pernah berdiri tegak ketika terjebak dengan putaran zaman. Hal ini menuntut perubahan dan penyesuaian diri dengan kebutuhan ummat dan kondisi terkini. Perubahan mendasar yang dinantikan akan terjadi apabila aspek-aspek terkait dalam kultur da’wah kampus mulai berbenah.
Perubahan, kata ini seolah menjadi kunci dari mandeknya aktualisasi da’wah kampus dewasa ini. Perubahan tentu saja membutuhkan berbagai macam sarana. Salah satunya adalah struktur-organisasi dan perangkat-perangkatnya. Kalau kita telaah lebih dalam, sesungguhnya keberadaan tandzim/organisasi itu tidak lebih dari sebuah upaya untuk mensistematiskan proses perubahan itu sendiri. Tujuannya jelas, agar perubahan mampu terwujud secara tepat dan akurat. Agar perubahan itu mampu menjadi semacam obat penawar dan bukan sengat yang melumpuhkan.
Oleh karenanya, tandzim/organisasi menentukan dan membuat berbagai fungsi dan alat, agar perubahan yang diinginkan tercapai dalam jangka waktu tertentu. Tapi akan menjadi masalah ketika fungsi dan alat itu tak dipahami dengan baik, pada akhirnya yang terjadi adalah disorientasi. Akibatnya, perubahan dan prosesnya seolah-olah berkutat dan berputar hanya pada tingkat wacana dan ide semata, tapi sebenarnya kita telah terbiasa dengan kerja perencanaan. Kerja yang senantiasa kita orientasikan jauh kedepan dalam jangka waktu yang panjang.
© Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008
Back to TOP
0 komentar:
Posting Komentar