ibuku

>> Senin, 24 November 2008

Perempuan Terbaik

Wahai bunda hanya Tuhan saja yang dapat membalas jasamu erana Tuhan saja yang tahu penderitaanmu (Nasyid dari Nowseeheart)
Saat itu saya masih empat belas tahun. Untuk pertama kalinya, saya harus berpisah 'jauh' dengannya, perempuan terbaik yang pernah kenal. Tatkala tangan-tangan itu melambai, rasa bersalah berdentam-dentam di rongga dada. Ugghhh... kenapa saya tega meninggalkannya sejauh itu. Belum terbayang, kapan lagi saya akan kembali bertemu dengannya.
Sebelum perpisahan jarak 'jauh' itu, jarang sekali bunda enggan memberi izin, bila saya minta izin bepergian. Suatu ketika, saya pamit untuk pergi camping, mengikuti kemah pramuka Sabtu-Minggu di dekat gua stalagnit di kampung kami. Untuk pamitan dua hari itu pun, izinnya didapat dengan alot sekali.
"Hati-hati ya nak... jangan merusak alam, jangan berbuat macam-macam hati-hati... jangan..."
Berkali-kali nasehat itu diperdengarkan, risau sekali beliau akan keselamatan puteranya. Padahal, namanya juga acara anak SD, camping perkemahan Sabtu-Minggu itu di back-up puluhan guru pembina. Jumlah guru yang menyertai camping hampir sama banyak dengan jumlah murid, sebagai bukti keseriusan pihak sekolah untuk menjamin keselamatan kami. Tapi, namanya bunda, ia tetap saja penuh kekhawatiran pada keselamatan anaknya. Raut wajahnya tampak sangat mencemaskan puteranya yang berkeras untuk tetap pergi.
***
Tak lama berselang setelah perpisahan 'Sabtu-Minggu' itu, perpisahan 'jauh' benar-benar terjadi. Kali itu bukan camping di pinggir kecamatan. Tapi saya harus terbang menyeberangi lautan. Untuk melanjutkan studi ke sekolah dambaan. Tak terbayangkan bagaimana perasaan bunda melepas bocah kecilnya sejauh itu.
Satu tahun berselang, di sebuah libur panjang sekolah, saya kembali bertemu bunda. Sejuk wajahnya dan binar ketulusannya masih sama. Pehatian dan kasih sayangnya pun belum berubah. Cuma mungkin penampilannya sedikit berubah. Kilau perak mulai terselip di rambutnya.
Sejak saat itu, dengan dalih cita-cita, berulang kali saya meninggalkanya. Berulang kali beliau harus membekap kerinduan, memasung rasa kasih pada buah hatinya. Pada saat saya tergelak tertawa dengan konco sekodan, mungkin bunda sedang tenggelam dalam isak tangis kerinduannya. Saya sendiri, bukan tidak rindu padanya, warung bubur kacang ijo gang Masjid mungkin pelampiasan paling manjur, kalau rasa kangen padanya sedang meradang. Maklum setiap libur sekolah bunda selalu setia menanti dengan bubur ijo kesukaan puteranya. Jauh hari sebelum puteranya datang, berkilo-kilo kacang ijo sudah dipesannya untuk putera tersayang, yang belum jelas tanggal kedatangannya.
Saat melihat ibu-ibu lanjut yang berjalan sendiri di keramaian pasar, ingin rasanya menyapa mereka, mengajak bersenda-gurau, sambil berharap bunda juga diperlakukan ramah pula oleh lingkungannya. Kala menjumpai nenek yang beringsut membawa belanjaannya, terketuk keinginan untuk menawarkan bantuan, karena terbayang bunda yang tertatih-tatih dengan bebannya. Jika sudah mengkhayal begini, pertanda kerinduan padanya telah mengkristal. Cuma doa yang mampu dirangkum saat itu, semoga Allah Yang Menguasai langit dan bumi, menjaga dan menyayangi bunda.
Bila melihat pertikaian di tengah kampung kami, berbicang dengan bunda adalah solusi terbaik.
"Jangan pikirkan apa pelakuan orang yang mendzalimi kita, pikir saja kekhilafan kita, coba memperbaiki diri, jangan menghiraukan kata-kata sampah yang datang dari kaum jahil, persekongkolan para pendengki para itu sudah jelas sejak perang Khandaq. Belajarlah untuk menjadi hamba yang tulus, yang tak terganggu dengan perlakuan manusia, tapi niat karena-Nya harus benar, jangan pernah berharap pada makhluk."
Plong. Kepala yang tadinya cekot-cekot sepulang melihat perseteruan di balai desa langsung terobati.
Berbicara tentang ketulusan, ketulusan seorang ibu mungkin nomor satu. Saat bayi lemah tanpa gelar kesarjanaan itu lahir, dengan penuh khidmat, kasih sayangnya mengalir lancar tanpa pamrih. Menabur benih kebaikan kepada makhluk yang 'bukan siapa-siapa' memang aneh di era kapitalisme ini. Tapi itulah bunda, yang tak melihat apa yang akan didapatnya dengan membesarkan kami. Memperoleh senyum manis kerabat saat kenduri tetangga mungkin sudah lumrah, tapi mendapatkan perhatian penuh kasih bunda saat demam meradang menjelang subuh, itu baru luar biasa.

***
Dari Abu Hurairah Radiyallahu 'anhu berkata: Seseorang datang kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam dan bertanya,
"Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?" Beliau menjawab, "Ibumu." Tanyanya lagi, "Kemudian siapa?" Beliau menjawab, "Ibumu." Tanyanya lagi, "Kemudian siapa?" Beliau menjawab, "Ibumu" Kemudian tanyanya lagi, "Kemudian siapa?" Beliau mejawab, "Bapakmu."
(Muttafaq 'alaih).
***

Read more...

menikah

Menikah, Bukan Sekedar Memadu Cinta

- "Rumahku surgaku", ujar Rasulullah singkat saat salah seorang sahabat bertanya mengenai rumah tangga beliau. Sebuah ungkapan yang tiada terhingga nilainya, dan tidak dapat diukur dengan parameter apapun. Sebuah idealisme yang menjadi impian semua keluarga. Tapi untuk mewujudkannya pada sebuah rumah tangga (keluarga) ternyata tidaklah mudah. Tidak seperti yang dibayangkan ketika awal perkenalan atau sebelum pernikahan. Butuh proses, butuh kesabaran, butuh perjuangan, bahkan pengorbanan juga ilmu!
Saat ini, persoalan dalam keluarga membuat banyak pasangan suami istri dalam masyarakat kita menjadi gamang. Baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Wajar, karena itulah hakikat hidup. Bukan hidup namanya jika tanpa masalah. Justru masalah yang membuat manusia bisa merasakan kesejatian hidup, menjadikan hidup lebih berwarna dan tidak polos seperti kertas putih yang membosankan. Namun jangan sampai masalah-masalah itu mengendalikan diri kita hingga kita kehilangan hakikat hidup.
Lihatlah sepanjang tahun lalu, tahun 2004, begitu banyak pasangan yang mengajukan perceraian ke pengadilan agama dengan berbagai macam alasan. Memang yang lebih banyak terangkat adalah kisah rumah tangga para selebritis yang tak henti menghiasi layar kaca tentang rusaknya hubungan rumah tangga mereka. Tapi sesungguhnya itu hanya puncak sebuah gunung es. Karena masyarakat awam pun tak sedikit yang rumah tangganya bermasalah, bahkan mereka yang mendapat sebutan aktivis dakwah.
***
Begitu banyak buku-buku pernikahan yang beredar di pasaran, bahkan sebagian menjadi best seller. Tak hanya buku-buku non fiksi, bahkan para fiksionis pun lebih senang mengangkat tema–tema merah jambu karena lebih disukai pasar. Isinya kebanyakan bersifat provokatif kepada orang-orang yang belum menikah agar segera menikah. Namun sayangnya hampir semua buku-buku itu isinya terlalu melangit.
Maksudnya lebih banyak menceritakan pernikahan (kehidupan rumah tangga) pada satu sisi yang indah dan menyenangkan. Sementara sisi "gelap" pernikahan jarang sekali yang mengangkat. Tentang kehidupan setelah pernikahan, tentang biaya-biaya berumah tangga, dan hal-hal lain yang tentu tidak sepele dalam rumah tangga.
Isitrahatlah sejenak dari bermimpi tentang pernikahan. Jika mimpi itu hanya berisi bagaimana mengatasi rasa gugup saat akad nikah. Atau tumpukan kado dan amplop warna-warni menghiasi 'bed of roses'. Atau kalau hanya mengharap salam indah dan atau jawaban salam dari kekasih. Apalagi membayangi bisa menatap, berbicara dan menghabiskan waktu bersama belahan hati tercinta.
Pernikahan tidak cuma sampai di situ, sobat. Ada banyak pekerjaan dan tugas yang menanti. Bukan sekedar merapihkan rumah kembali dari sampah-sampah pesta pernikahan, karena itu mungkin sudah dikerjakan oleh panitia. Bukan menata letak perabotan rumah tangga, bukan juga kembali ke kantor atau beraktifitas rutin karena masa cuti habis.
Tapi ada hal yang lebih penting, menyadari sepenuhnya hakikat dan makna pernikahan. Bahwa pernikahan bukan seperti 'rumah kost' atau 'hotel'. Di mana penghuninya datang dan pergi tanpa jelas kapan kembali. Tapi lebih dari itu, pernikahan merupakan tempat dua jiwa yang menyelaraskan warna-warni dalam diri dua insan untuk menciptakan warna yang satu: warna keluarga.
Di tengah masyarakat yang kian sakit memaknai pernikahan, semoga kita tetap memiliki sudut pandang terbaik tentangnya. Betapa banyak orang yang menikah secara lahir, tapi tidak secara batin dan pikiran. Tidak sedikit yang terjebak mempersepsikan pernikahan sebatas cerita roman picisan dan aktifitas fisik. Hingga wajar jika banyak remaja yang belum menikah saat mendengar kata menikah adalah kesenangan dan kenikmatan. Hal itu ditunjang oleh buku-buku pernikahan yang isinya ngomporin. Sementara sesungguhnya yang harus dilakoni adalah tanggung jawab dan pengorbanan.
Memang pernikahan berarti memperoleh pendamping hidup, pelengkap sayap kita yang hanya sebelah. Tempat untuk berbagi dan mencurahkan seluruh jiwa. Tapi jangan lupa bahwa siapapun pasangan hidup kita, ia adalah manusia biasa. Seseorang yang alur dan warna hidup sebelumnya berbeda dengan kita. Seberapa jauh sekalipun kita merasa mengenalnya, tetapakan banyak 'kejutan' yang tak pernah kita duga sebelumnya. Upaya adaptasi dan komunikasi bakal jadi ujian yang cuma bisa dihadapi dengan senjata kesabaran.
Pasangan kita, yang kita cintai adalah manusia biasa. Dan ciri khas makhluk bernama manusia adalah memiliki kekurangan dan kelemahan diri. Memahami diri sendiri sebagai manusia sama pentingnya dengan memahami orang lain sebagai manusia. Pemahaman ini penting untuk dijaga, karena cepat atau lambat kita akan menemukan kekurangan atau kebiasaan buruk pasangan kita.
Oleh karena itu, bagi yang belum menikah, jangan terlalu banyak menghabiskan waktu dengan memilih pasangan hidup saja. Apalagi parameternya tak jauh dari penampilan, fisik, encernya otak, anak orang kaya, pekerjaan mapan, penghasilan besar, berkepribadian (mobil pribadi, rumah pribidi), berwibawa (wi...bawa mobil, wi...bawa handphone, wi...bawa laptop), dan sebagainya.
Tapi, pernahkah kita berpikir untuk membantu seseorang yang ingin mengembangkan dirinya ke arah yang lebih baik hari demi hari bersama diri kita?
Lebih dari itu, pernikahan dalam konteks dakwah merupakan tangga selanjutnya dari perjalanan panjang dakwah membangun peradaban ideal dan tegaknya kalimat Allah. Namun tujuan mulia pernikahan akan menjadi sulit direalisasikan jika tidak memahami bahwa pernikahan dihuni oleh dua jiwa. Setiap jiwa punya warna tersendiri, dan pernikahan adalah penyelarasan warna-warna itu. Karenanya merupakan sebuah tugas untuk bersama-sama mengenali warna dan karakter pasangan kita. Belajar untuk memahami apa saja yang ada dalam dirinya. Menerima dan menikmati kelebihan yang dianugerahkan padanya. Pun membantu membuang karat-karat yang mengotori jiwa dan pikirannya.
Menikah berarti mengerjakan sebuah proyek besar dengan misi yang sangat agung: melahirkan generasi yang bakal meneruskan perjuangan. Pernahkan terpikir betapa tidak mudahnya misi itu? Berawal dari keribetan kehamilan, perjuangan hidup mati saat melahirkan, sampai kurang tidur menjaga si kecil? Ketika bertambah usia, kadang ia lucu menggemaskan tapi tak jarang membuat kesal. Dan seterusnya hingga ia beranjak dewasa, belajar berargumentasi atau mempertentangkan idealisme yang orangtuanya tanamkan. Sungguh, tantangan yang sulit dibayangkan jika belum mengalaminya sendiri...
Menikah berarti berubahnya status sebagai individu menjadi sosial(keluarga). Keluarga merupakan lingkungan awal membangun peradaban. Dan tentu sulit membangun peradaban jika kondisi 'dalam negeri' masih tidak beres. Maka butuh keterampilan untuk memanajemen rumah tangga, menjaga kesehatan rumah dan penghuninya, mengatur keuangan, memenuhi kebutuhan gizi, menata rumah, dan masih banyak lagi keterampilan yang mungkin tak pernah terpikirkan...
Ini bukan cerita tentang sisi "gelap" pernikahan (wong saya sendiri belum nikah!). Tapi seperti briefing singkat yang menyemangati para petualang yang bakal memasuki hutan belantara yang masih perawan. Yang berhasil, bukan mereka yang hanya bermodal semangat. Tapi mereka yang punya bekal ilmu, siap mental dan tawakkal kepadaNYA. Karena pernikahan bukanlah sebuah keriaan sesaat, namun ia adalah nafas panjang dan kekuatan yang terhimpun untuk menapaki sebuah jalan panjang dengan segala tribulasinya.
Pernikahan adalah penyatuan dua jiwa yang kokoh untuk menghapuskan pemisahan. Kesatuan agung yang menggabungkan kesatuan-kesatuan yang terpisah dalam dua ruh. Ia adalah permulaan lagu kehidupan dan tindakan pertama dalam drama manusia ideal. Di sinilah permulaan vibrasi magis itu yang membawa para pencinta dari dunia yang penuh beban dan ukuran menuju dunia mimpi dan ilham. Ia adalah penyatuan dari dua bunga yang harum semerbak, campuran dari keharuman itu menciptakan jiwa ketiga.
Wallahu'alam bisshowab.

***
Avicenna

Read more...

peminangan

Sahabatku, Tataplah Hari Esok!

Saya baru saja direcoki curahan hati seorang kawan. Ya, kawan lama yang kerap berbagi duka maupun suka, sebagai siklus kehidupan yang penuh misteri, dibalut kekalutan dan ketidakberdayaan. Demikianlah inti curahan hati kawan yang mengalir dari mulut yang tampak sekilas didera kekecewaan.
* * *
Pasalnya, suatu ketika sahabat saya itu mencoba mengutarakan rasa cinta manusiawinya terhadap seorang wanita yang menurutnya anggun, pandai menjaga diri, tegas, dewasa dan tentu komitmen agamanya yang menawan. Pokoknya ia pas di kalbu. Itulah prolog uneg-uneg sahabatku yang menjadikan saya dipenasarankan.
* * *
Sahabatku bertutur, ketimbang memendam rasa yang menyeret-nyeret ke lautan fitnah yang lebih jauh, fitnah hati yang membelunggu dan terawang lamunan yang mengangkangi hari-harinya, maka dia pun menggoreskan pena di atas kertas, untuk menyampaikan rasa cinta yang tulus ini, yaitu meminangnya sebagai calon isteri tercinta di kemudian hari.
* * *
Dan kini, curahan hati sahabatku telah dituangkan dalam bentuk tulisan dan telah berada di tangan si empunya, calon isteri idamannya. Kendati demikian, ia pun sodorkan salinan secarik surat itu ke tangan saya, dan kubaca lalu isinya adalah,
Assalaamu'alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillaah washshalaatu wassalaamu 'ala rasuulillaah.
Saudariku Seiman…
Mungkin surat ini mengejutkanmu, atau merisaukanmu, atau bahkan menyulut amarahmu. Tapi memang inilah yang dapat aku perbuat, untuk menelisik ihwalmu, agar aku lenyapkan beban fitnah di raga ini, yang dari hari ke hari kian menggumpal, untuk kemudian menjelma menjadi bola salju yang menggelinding tak terkendali.
Saudariku Seiman…
Inti pesan suratku ini, meski ragu dan segan, adalah sebuah pertanyaan yang ingin saya ajukan, yaitu, apakah Adik dalam proses peminangan? Kalau jawabannya 'Ya', maka semoga memang itu yang terbaik bagi saya dan Adik. Tapi kalau jawabannya 'Tidak', maka pertanyaan yang kemudian menyeruak adalah, sudah siapkah Adik untuk mengayuh bahtera rumah tangga? Kalau jawabannya 'Belum', maka semoga itu pun sebuah penundaan yang terbaik dari Allah. Lalu, jika jawabannya 'Sudah', maka bisakah Adik mendampingi saya untuk bersama-sama berlayar dengan bahtera itu?
Saudariku Seiman…

Memang, rangkaian pertanyaan di atas mungkin agak menohok dan tanpa tedeng aling. Tapi saya kira, terkadang ketegasan akan memupus sebuah fitnah yang mendera. Saya harap Adik memakluminya. Kini saya hanya menanti respon Adik, kendati demikian apapun jawaban Adik, semoga saya dapat menerimanya dengan lapang dada dan penuh keikhlasan. Bukankah yang kita sukai itu bisa jadi menjerumuskan kita ke hal yang lebih buruk? Atau sebaliknya, bukankah yang kita benci justru membawa kita kepada kebaikan? Begitulah firman-Nya untuk umat manusia yang daif ini.
Saudariku Seiman…
Kalau surat ini dianggap sebuah kelancangan, maka dari lubuk hati yang paling mendalam, mohon pintu maaf Adik dibukakan selebar mata memandang. Kalau ini dianggap sebuah aib, maka mohon agar Adik menutupi aib saudaranya. Dengan sangat terbuka, saya sangat menanti nasehat atau Taushiyyah dari Adik. Pamungkas, sekali lagi saya mohon dimaafkan, semoga Allah mengampuni kekeliruan saya. Itu saja surat saya.
Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.
Saudara Seimanmu di Bumi Allah
* * *
Hmm..., Pikiranku melayang jauh, dan sahabatku pun menyergap saya dengan sebuah pertanyaan, “Bagaimana suratnya, sudah dibaca semua?”
“Bagus, sebuah keberanian yang bertanggung jawab, dan penghindar fitnah yang efektif,” komentarku.
Tapi tak lama kemudian, dengan gurat wajah kuyu dan lunglainya, sahabatku itu merogoh saku baju kokonya sembari mengeluarkan lembar kertas lainnya yang lebih kecil dan berkata, “Ingin tahu jawabannya, coba baca ini!”, pintanya dengan nada memelas.
Seolah ingin cepat menjawab rasa penasaranku, apalagi dengan mimik wajahnya yang memilukan, maka tanpa basa-basi lagi langsung saja kubaca surat itu. Isinya adalah,
Assalaamu'alaikum Wr. Wb.
Saudaraku Seiman…
Terus terang saya sepakat dengan keterusterangan Kakak, menurut saya, hal ini adalah hal yang wajar, dan Kakak telah melakukannya dengan cara yang baik. Bagi saya, hal ini adalah sebuah ikhtiar, jadi sama sekali bukan merupakan sebuah aib. Jadi, tidak ada satu pun yang perlu dipermasalahkan.
Saudaraku Seiman…
Dalam hidup, adakalanya kita harus memilih, dan jawabannya adalah, saya sedang dalam proses peminangan dengan seseorang. Ini adalah pilihan saya. Semoga Kakak segera mendapatkan seorang yang terbaik buat Kakak. Jangan pernah berputus harapan, sebab Allah yang paling mengetahui tentang siapa, kapan dan bagaimana jodoh kita akan kita temui atau menemui kita. Sekian, maafkan saya.
Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.
Saudara Seimanmu di Bumi Allah
* * *
Kupandangi sahabatku. Kucoba membayangkan gejolak hatinya saat ia pertama kali membaca surat balasan si Adik, wanita idaman hatinya. Saya menduga, pasti ia tengah patah hati, kecewa, kesal, galau, kacau, risau dan membuat suaranya parau.
* * *
Tapi tampaknya, kali ini dugaan saya meleset. Ternyata senyum tegarnya menghiasi raut mukanya, seolah mimik kuyu dan lunglainya lenyap ditelan prasangka positif terhadap Rabbnya, dan memang seperti itulah seharusnya seorang Muslim berperangai,
Allah berfirman, Aku punya prasangka terhadap Hamba-Ku dan Aku bersamanya manakala ia mengingat-Ku. (HR Muslim)
Itulah Janji dari Allah, untuk memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan prasangka dia terhadap Rabbnya. Manakala seorang hamba berprasangka positif atas Allah, maka Allah pun akan memberikannya yang lebih baik.
* * *
Ia terlihat ridha atas balasan surat itu. Sebab baginya, keridhaan adalah mata air kebahagiaan yang tak pernah kering meski diterpa kemarau.
Merupakan kebahagiaan anak Adam, manakala ia ridha atas apa yang telah Allah tetapkan terhadapnya, dan merupakan kebinasaan anak Adam, manakala ia marah atas apa yang telah Allah tetapkan terhadapnya (HR Turmudzi)
Sebab baginya, di balik keridhaan ada dimensi lain yang tengah menanti.
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Al-Baqarah: 216)
* * *
Dan saya berkeyakinan, ia telah tempuh jalan terbaik untuk mengenyahkan beban fitnah itu. Semoga hal yang baik dibalas jua dengan kebaikan.
Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula. (Ar-Rahmaan: 60)
* * *
Sekali lagi, kutatap sahabatku tercinta. Aku berpikir, mungkin Allah sekedar menunda jalinan cintanya, atau ada skenario ilahi yang sulit ditebak. Lalu kupesankan kepadanya sebuah pepatah, “Garam di laut, asam di gunung, dalam belanga bertemua jua”.
"Kalau memang dia jodohmu, tak akan kemana-mana," kataku, sekedar untuk menghibur hatinya yang agak gundah gulana.
* * *
Dan saya ingatkan dia dengan pesan Rasulullah,
Dan tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah terberat bagi laki-laki daripada wanita. (HR Bukhari).
Terakhir, saya berdo'a untuknya, agar sahabatku tetap tegar, tetap optimis dan istiqomah, karena toh hari esok masih menghampar luas.
Wahai sahabatku, tataplah hari esok, jangan pernah berputus asa. Semoga Allah menguatkan hatinya.Wallahua’lam



Mencintai Dan Dicintai ?
Dear Mentari... aku tahu tiap hariku tak kan lewat tanpa sinarmu. Pun kini rasanya namamu telah mengisi ruang-ruang hati. Ada sepucuk harapan yang kadang timbul lalu pergi, bahwa diri ini selalu mencari kapan waktunya tiba untuk menjemputmu turun, ke sini".
Ummi,
Tahukah kamu, bahwa kalimat-kalimat di atas telah terukir dalam dadaku semenjak aku belum mendapatkanmu. Walau sederhana, namun ia mewakili hasrat hatiku untuk mendapatkan seorang mentari, seperti dirimu.
Ummi,
Tak terhitung ucap syukurku saat Dia membawamu ke hadapanku, saat itu. Saat kamu berkenan untuk membagi hidupmu denganku, saat kamu menyambut tawaranku untuk meminangmu, saat ikrar itu kulantunkan dan mulai detik itu kamu kan menghabiskan hari denganku, saat itu.
Mulai saat itu, Rasanya tak terhitung keindahan yang telah kamu suguhkan padaku. Melalui senyum yang kulihat setiap memulai hari, melalui tutur katamu yang bak nyanyian bidadari, melalui belai lembutmu yang telah menghapus penatku, melalui tawamu yang menyegarkan hatiku, ... semua itu adalah keindahan tak berbilang yang tak sanggup lagi kuuraikan.
Mulai saat itu, Tak sanggup pula kuhitung bilangan bubuk cinta yang telah kau taburkan, hingga laksana heroin-ia telah kuhirup dan memabukkanku sampai kini. Ketika kau basuh lukaku dengan kelembutanmu, kala aku terjatuh hingga tersungkur-dan kau memapahku hingga berdiri. Ketika kau hapus air mataku dengan kesabaranmu, kala langkahku tertatih-nyaris tak sanggup lagi menghadapi kesulitan yang pernah kita hadapi-dan kau memberikan kasihmu dengan caramu hingga tangisku berubah menjadi senyumku. Dan aku semakin cinta.
Mencintaimu,
Adalah memiliki kedua permata kecil kita, Dan aku seolah tak menginginkan apapun lagi.
Mencintaimu,
Adalah memiliki rumah sederhana kita, Dan di sanalah selalu tempatku kembali.
Mencintaimu,
Adalah memiliki seluruh detik yang telah kita lewati bersama, Dan dengannya kupersembahkan cinta ini. Walau tak terucapkan, walau mungkin tak kau rasakan, tapi percayalah, diriku mencintamu.
Mentariku,
Kau menghangatiku di sini.
-Dedicated to my beloved wife-
Menyatakan cinta kadang menjadi hal yang tidak familiar dan terasa vulgar untuk dilakukan. Sebagian orang bilang, cinta itu tak perlu dinyatakan, namun tercermin dari perilaku. Cinta itu tak perlu diperdengarkan bak rayuan gombal anak-anak muda yang sedang kasmaran, sebab cinta bisa diperlihatkan dari sikap dan tingkah laku.
Benarkah demikian?
Di saat lelah mulai merayapi hari-hari kebersamaan bersama pasangan tercinta, di saat waktu telah membuka setiap celah kelemahan dan membentangkan kenyataan dari sosok pasangan yang mendampingi kita, di saat segala bentuk persiapan dan perencanaan hidup mulai menguakkan keberhasilan atau kegagalan, di saat kita mulai menyadari betapa berartinya ia yang telah menjadi penopang kala kita lemah, penyemangat kala diri ini lelah, penghibur kala terserang gundah, ia telah menjadi teman sejati.
Jadi,
Masihkah ragu menyatakan cinta padanya?

Read more...

Membujuk Pasangan Yang Sedang Merajuk

Membujuk Pasangan Yang Sedang Merajuk

eramuslim - Pernahkah anda menghadapi pasangan yang sedang merajuk (ngambek)? Barangkali sering, atau kadang-kadang pasangan kita merajuk. Bila suami atau istri sedang merajuk, situasi menjadi tidak nyaman. Ngobrol terasa tidak enak dengan orang yang hanya diam, mulut yang bungkam, bahkan bibirnya mengerucut, atau dipunggungi di tempat tidur.
Seperti yang terjadi pada pasangan Yusuf dan Aisyah. Sudah sejak tadi pagi mereka tidak saling bicara. Percakapan yang terjadi di antara mereka hanya sebatas kalimat-kalimat pendek. Panggilan-panggilan sayang seperti, "Yang...", "Si Ayah lucu" atau "Ibuku tercayang", tidak lagi terdengar. Anak juga ikut bingung, kedua orang tua mereka sering menyuruh untuk saling menyampaikan pesan. "Hanif, bilang sama ayah, kalau korannya sudah selesai dibaca, ibu mau pinjam," kata Aisyah.
Yusuf mencolek putrinya kemudian berbisik, "Asma tolong tanyakan pada ibu di mana kemeja ayah yang warna biru?" Banyak urusan jadi macet karena sang kurir yang membawa pesan tidak selalu dapat diandalkan. Ayah dan ibu yang sedang bermasalah, anak-anak yang menjadi korban. Kekusutan yang menyebabkan perang dingin itu tidak segera dapat diurai. Padahal mereka ngambek hanya gara-gara berdebat ke mana mereka akan berkunjung di akhir pekan.Yusuf ingin menjenguk ibunya, sedangkan Aisyah tetap ngotot ingin mengajak anak-anak berenang ke pantai. Padahal baik Yusuf maupun Aisyah sudah saling memaham karakter masing-masing.
Pernikahan mereka yang sudah berjalan sekian tahun, sudah cukup memberikan mereka waktu dan kesempatan untuk saling mengenal sifat masing-masing. Namun egolah yang membuat mereka untuk tidak segera berbaikan. Kasus pasangan yang merajuk ini sebenarnya bisa dialami oleh pasangan manapun di dunia. Merajuk bisa dijadikan salah satu cara untuk mengekspresikan perasaan terhadap pasangan. Namun si perajuk seringkali tidak memperlihat ekspresi wajah yang sesungguhnya.
Gejala yang mudah dikenali adalah si perajuk selalu menghindari segala macam kontak. Jangankan sentuhan, berada pada satu ruangan saling bertegur sapa pun menjadi hal yang sangat dipaksakan. Repotnya kita tidak pernah tau apa yang menjadi penyebabnya. Seringkali kita harus menebak-nebak apakah gerangan yang terjadi?
Merajuk bisa disebabkan oleh apa saja, mulai dari masalah sepele sampai masalah yang besar bisa menjadi alasan. Merajuk tidak sama dengan stonewalling, suatu sikap mengabaikan semua pesan yang disampaikan oleh lawan bicara. Hal ini terjadi ketika seseorang merasa lelah bertengkar, ia menjadi defensif, bahkan sama sekali tidak bereaksi baik secara emosi maupun verbal terhadap lawan bicara. Sikap membatu seperti ini melambangkan pembangkangan, ketidaksetujuan, dingin dan ketidakpuasan. Pada umumnya laki-laki tidak terlalu tergugah secara psikologi menghadapi seorang stonewalling, namun seorang istri menjadi sangat dramatis dan sedih menghadapi suami yang demikian. Dalam kondisi stonewalling komunikasi sangat sulit dibangun.
Seorang yang sedang merajuk sangat sulit untuk diajak bicara dengan rasional. Kondisi ini tidak selalu bisa diperkirakan akan berlangsung berapa lama. Segi negatif dari merajuk adalah terputusnya kominikasi. Jika tidak diselesaikan dengan bijak, aksi merajuk ini bisa berlanjut menjadi perang dingin dan mengganggu keharmonisan rumah tangga. Jadi usahakan untuk segera mengakhiri aksi merajuk pasangan anda.
Tips menghadapi pasangan yang merajuk :
1. Menahan harga diri dan gengsi, tidak berguna sama sekali, sehingga tidak perlu segan untuk mengajukan tawaran berdamai lebih dahulu. Prinsipnya adalah berlomba-lomba dalam kebaikan.
2. Lupakan sejenak perdebatan tentang siapa yang salah. Ingat mundur selangkah bukan berarti kalah.
3. Lakukan pendekatan dengan taktis dan sabar, karena orang yang sedang merajuk memiliki kecenderungan emosional.
4. Pergunakan jurus-jurus rayuan yang dapat meluluhkan hatinya, bila perlu berikan hadiah dan belaian sayang.
5. Saat si perajuk mulai membuka diri, coba tanyakan apa yang membuatnya marah, namun jangan menginterogasi.
6. Cobalah untuk mengetahui apa yang yang mengusik perasaannya dan pahamilah.
7. Berikan dorongan pada pasangan anda untuk mengungkapkan isi hatinya, katakan anda akan merasa lebih baik jika mengetahui perasaannya.
8. Jadilah pendengar yang baik. Singkirkan dulu keinginan untuk berkomentar, ini saatnya untuk gencatan senjata atau justru mengalah.
9. Berbaikan, adalah akhir dari suatu pertengkaran. Dan pada keduanya akan timbul rasa saling menyayangi, saling memaafkan, saling melupakan, saling mentertawakan kekonyolan yang terjadi dan kembali mesra.

Read more...

Terkabulnya Doa Saat Sujud

بسم الله الرحمن الرحيم
Terkabulnya Doa Saat Sujud
Ibnu Muslim
[SALAFY XXIX/1419/1999/DOA]

Banyak kita jumpai dari kalangan Muslimin hanya karena ingin terkabul doanya, mencari dan mendatangi tempat-tempat keramat yang terkadang untuk menuju tempat tersebut dibutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Padahal syariat telah mengajarkan tempat berdoa yang sah dan jauh lebih mudah ditempuh. Dalam hal ini kita perlu mencermati makna hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang berbunyi :
“Hubungan terdekat antara seorang hamba dengan Penciptanya ialah ketika ia sujud, maka perbanyaklah doa pada (saat) itu.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Pada riwayat lain dari Ibnu Abbas, kata beliau, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Adapun saat sujud hendaklah kamu berdoa dengan sungguh-sungguh sebab ada jaminan untuk dikabulkan.” (HR. Muslim)
Maksud sujud dalam hadits di atas adalah sujud ketika berlangsungnya shalat, baik shalat wajib maupun sunnah. (Syarah Shahih Muslim 2/206 oleh Imam Nawawi)
Sebaik-baik doa adalah doa yang Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tuntunkan kepada kita. Beliau saat sujud membaca :

“Maha Suci Rabbku Yang Maha Tinggi.” (HR. Muslim)

“Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami dan segala puji bagi-Mu. Maka ampunilah aku.” (HR. Bukhari 1/99 dan Muslim 1/350)

“Maha Suci dan Maha Bersih Rabb Malaikat-Malaikat dan Rabb Jibril.” (HR. Muslim 353 dan Abu Daud 1/230)

“Maha Suci Engkau Ya Allah dan dengan memuji bahwa tiada ilah yang pantas disembah selain Engkau.” (HR. Muslim 485)

“Ya Allah, sungguh aku berlindung dengan keridlaan-Mu dan kemarahan-Mu dengan kemaafan-Mu dari siksa-Mu dan aku berlindung dengan-Mu dari marah-Mu. Aku tidak bisa menghitung pujian atas-Mu sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri.” (HR. Muslim nomor 485 dan Nasai 2/222)

“Ya Allah, aku sujud demi Engkau. Aku beriman dengan-Mu. Aku serahkan diriku pada-Mu. Wajahku sujud demi Yang menciptakan dan membentuknya serta Yang menumbuhkan pendengaran dan penglihatannya. Maka berkah Allah sebaik-baik Dzat Pencipta.” (HR. Muslim)

“Ya Allah, ampunilah semua dosaku, dosa yang kecil dan yang besar, yang pertama maupun yang terakhir, dan yang nampak maupun yang samar.” (HR. Muslim nomor 483)

“Ya Allah, ampunilah semua kesalahanku, kebodohanku, dan kelancangan, serta dosa-dosa yang Engkau lebih mengetahui dariku. Ya Allah, ampunilah kesengajaanku yang semua itu dariku. Ya Allah, ampunilah dosa-dosa yang telah lewat maupun yang akan datang, yang aku sembunyikan dan yang aku nampakkan, Engkau sesembahanku. Tiada ilah yang pantas disembah kecuali Engkau.” (HR. Bukhari 11/166 dan 167 dan Muslim 2719)

”Ya Allah berikanlah cahaya dalam hatiku, pendengaranku, dan penglihatanku. Berikanlah samping kananku, samping kiriku, depanku, belakangku, atasku, dan bawahku cahaya, dan berikanlah aku cahaya.” (HR. Muslim nomor 479)

”Maha Suci Dzat Yang memiliki kekuasaan, kerajaan, kesombongan, dan keagungan.” (HR. Abu Daud 1/230. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud 1/166)
Hendaklah seseorang bersungguh-sungguh berdoa kepada Allah ketika ia sujud. Akan tetapi menurut keterangan Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam karya besarnya, Zadul Ma’ad, apakah perintah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam untuk bersungguh-sungguh dalam sujud dapat diartikan memperbanyak doa dalam sujud atau jika seseorang mau berdoa hendaklah berdoa ketika ia sujud?
Menurut Ibnul Qayyim rahimahullah, dua hal ini mempunyai perbedaan. Sebab ada dua pengertian doa. Pertama, doa yang bersifat pujian dan yang kedua, doa yang bersifat permintaan (masalah). Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam sujudnya memperbanyak doa tersebut baik yang bersifat pujian ataupun permintaan. Dan doa-doa tersebut di atas mencakup dua jenis doa. Dikabulkannya doa juga ada dua jenis, yaitu dikabulkannya doa orang yang meminta dengan balasan suatu pemberian dan dikabulkannya doa orang yang memuji dengan diberi pahala. Agaknya inilah tafsir ayat berikut (yang artinya) :
“Aku mengabulkan doa orang yang berdoa jika ia berdoa kepada-Ku.” (Al Baqarah : 187)
Yakni Allah mengabulkan dua jenis doa tersebut di atas, demikian menurut pendapat yang benar. (Zadul Ma’ad 1/235)
Jadi itulah doa-doa yang biasa diucapkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ketika sujud dalam shalat. Namun kebanyakan kaum Muslimin salah memahami hadits yang memerintahkan banyak sujud dan doa. Maka kita banyak melihat di antara mereka sujud lalu berdoa setelah melakukan shalat dan wirid-wirid. Ini adalah suatu kesalahan yang perlu diluruskan (yakni kesalahan sujud dengan berdoa di luar sujudnya shalat, ed.). Di saat mereka bersungguh-sungguh dalam mengamalkan sunnah ternyata salah tata cara pengamalannya. Lahaula wala quwwata illa billah.
Wallahu A’lam Bis Shawab.

Read more...

Tentang Cinta

Tentang Cinta

Pengetahuan bersemayam dalam pikiran Tempat cinta ialah hati yang sadar-jaga Selama pengetahuan yang tak sedikit juga mengandung cinta, Adalah itu hanya permainan sulap Si Samiri Pengetahuan tanpa Ruh Kudus, hanya penyihiran (Javid Namah, Muhammad Iqbal)
eramuslim - Pernah suatu hari saya memberi makan ayam peliharaan Mama. Seperti biasa, saya langsung menaburkan makanan tersebut ke atas wadah makanan yang sedang dikerubungi anak-anak ayam yang baru menetas beberapa hari yang lalu. Tiba-tiba sang induk ayam datang dan mematuk tangan saya. Setelahnya, dia juga berusaha menghalau saya supaya menjauhi tempat itu.
Saya kemudian menanyakan perubahan sikap ayam betina tersebut kepada mama. Setahu saya, induk ayam tersebut tidak galak seperti itu sebelum punya anak. Kata mama, induk ayam bersikap demikian untuk melindungi anak-anaknya dari apapun yang dianggap membahayakan, terlebih lagi kondisi mereka masih sangat lemah. Ia akan melakukan apa saja demi keselamatan anak-anaknya. Dan induk ayam itu mungkin curiga kalau saya akan mengganggu anak-anaknya. Tapi sebenarnya itu adalah bukti kecintaan induk ayam pada anak-anaknya itu. Berangkat dari sana, saya kemudian mengartikan bahwa cinta merupakan sikap ingin memberi dan melindungi.
Adalah seorang wanita yang bernama Nur Nahar, yang begitu menghayati arti cinta. Inilah wanita di balik kebesaran seorang Muhammad Natsir, pejuang pergerakan Islam dan kemerdekaan Indonesia. Ia adalah seorang tipe seorang istri yang tahu bagaimana memantapkan derap langkah sang suami. Bahkan ketika Natsir harus bertahan di rimba belantara Sumatera Barat, Nur Nahar tidak menjadi cengeng dan larut dalam emosi. Keadaan yang serba terbatas dan tertekan tidak membuatnya mengeluh, apalagi melunturkan cinta pada suami dan buah hati tercinta.
Selain menjadi istri pejuang, ia sendiri juga seorang pejuang. Sekolah Pendidikan Islam (Pendis) adalah salah satu pergerakan yang merasakan sentuhan tangannya. Demi Pendis, sebuah gelang yang telah dimilikinya sejak masih gadis berkali-kali masuk pegadaian. Ia tahu, perjuangan itupun adalah salah satu wujud cinta. Dan bukanlah namanya cinta jika pengorbanan tiada sanggup tertorehkan. Tak heran jika sang suami pun sangat menyanjungnya. Maka simaklah tulisan yang dikirimkan Natsir kepada anak-anaknya tentang satu dari sekian pengorbanan istrinya ini, "Sudah berapa kalinya Ummie membuka gelang itu dari tangannya tak ingat Aba lagi. Yang Aba masih ingat benar ialah, bahwa tidak pernah air muka Ummie berobah atau mendung di waktu-waktu Ummie terpaksa melurutkan perhiasan itu dari tangannya untuk dikirim ke tempat penyimpanannya yang terkenal itu. Tidak pernah! Begitulah Ummie! Semuanya untuk cita-cita, hendak berbakti kepada Allah dan berkhidmat kepada Islam."
Dan izinkanlah saya berbagi. Sewaktu kuliah, saya pernah dihadang masalah akademik yang cukup pelik. Saya panik dan takut jika itu akan berbuntut panjang bagi perjalanan studi selanjutnya. Ditambah pula saat-saat itu adalah masa menjelang ujian akhir semester, belum lagi saya harus merampungkan laporan pertanggungjawaban kepengurusan sebuah unit kegiatan yang saya ikuti. Pikiran saya benar-benar buntu dan tidak tahu harus berbuat apa.
Ternyata, teman-teman tidak membiarkan saya sendirian. Mereka bahkan memberikan energi positif dengan berbagai cara supaya saya bersemangat. Ada yang mengingatkan supaya senyum saya tidak memudar, ada yang memberi cerita-cerita motivasi, ada yang berpesan agar saya tetap bersabar dan lebih dekat pada Allah, dan ada pula yang rela meluangkan waktunya untuk mendengar curahan hati saya. Jujur saja, saya tidak pernah menyangka akan mendapat respon seperti itu. Saya seperti menemukan berkas cahaya di dalam kegelapan. Di tengah kegalauan itu, saya pun sanggup tersenyum dan alhamdulillah akhirnya berhasil melewati masa-masa sulit itu. Sekarang, setelah semua itu lama berlalu, saya merasakan mereka masih menempati bilik-bilik istimewa di dalam hati saya.
Jazakumullahu bi ahsanal jaza'...
***
Mencintai dan dicintai adalah hal yang sungguh membahagiakan. Kehadiran cinta membuat hari-hari lebih berbunga. Semarak warna sumringah. Melipatgandakan energi. Memercikkan embun-embun ketenangan pada batin. Dan membuat hidup terasa punya makna. Benar sekali yang dikatakan banyak orang, cinta memang sangat indah.
Kekuatan cinta mampu membawa seseorang serasa membumbung ke angkasa raya. Mampu menggerakkan tangan para pujangga untuk mengukir syair-syair cinta. Mampu membuat Taj Mahal berdiri megah di tanah Hindustan. Mampu menuliskan kisah kasih abadi antara Laila dan Majnun. Mampu memompa semangat seorang ayah untuk mencari penghasilan sebanyak-banyaknya untuk kebahagiaan anak istrinya. Dan keberlangsungan Bani Adam di muka bumi ini juga tak lepas dari peranan cinta. Ah, bicara tentang cinta memang tidak akan ada habis-habisnya. Direguk sepanjang zaman dan menjadi inspirasi dalam berbagai segi kehidupan.
Perihal cinta-mencintai adalah sesuatu yang juga diserukan oleh Baginda Rasulullah. Sebagaimana yang pernah dititahkannya, "Barang siapa yang tidak menyayangi orang lain, ia tidak akan disayangi." (HR. Bukhari, diriwayatkan dari Jarir bin Abdullah Al Bajali)
Atau dengar pula sabdanya yang lain, "Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, kalian tidak masuk surga sehingga kalian beriman. Dan kalian tidak beriman sehingga saling mencintai..." (HR Muslim) Kemudian, bagaimana pula cerita cinta kita dengan Yang Maha Mencintai?
Sejatinya, cinta ini yang tertinggi. Cinta ini pula yang membuat cinta-cinta lain menjadi lebih bermakna dan lebih mulia sejagad raya. Sungguh kita tak akan pernah bertepuk sebelah tangan mengejar cinta ini. Rasa kecewa tak akan pernah hadir sebab Ia selalu Maha Memberi apa yang terbaik buat para pecinta-Nya. Sebab Ia selalu bersama mereka. Sebab Ia Maha Mendengar segala pinta. Dan sebab Ia adalah puncak segala cinta.
Apa yang kita lihat, dengar, dan rasakan sekarang ini adalah semua tanda-tanda kebesaran cinta-Nya. Dalam Raudhah Al Muhibbin wa Al Musytaqin (Taman Orang-orang yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu), Ibnul Qayyim Al Jauziyah bertutur, "Semua gerak di alam raya ini, di langit dan di bumi, adalah gerak yang lahir dari kehendak dan cinta."
Cinta Allah dinyatakan dengan jelas dalam rangkaian kalimat kauniyah dan qauliyah-Nya. Dan sekiranya lautan dijadikan tinta untuk menuliskan semuanya, niscaya lautan itu akan mengering sebelum mencapai sepersepuluhnya. Tapi, kenapa Ia masih bertanya kepada kita? "Maka terhadap nikmat Rabbmu yang manakah kamu ragu-ragu?" (QS. An-Najm [53]:55)
Benarkah keraguan itu masih terbersit?
Mungkin apa yang disampaikan kekasih-Nya berikut ini dapat memberi sedikit lagi gambaran tentang besarnya cinta Allah, "Sesungguhnya Allah membagi kasih sayang ke dalam seratus bagian dan menyimpan yang sembilan puluh sembilan padanya dan menurunkan yang satu bagian ke bumi. Dan oleh karena kasih sayang yang satu bagian itulah makhluk-makhluk-Nya saling menyayangi satu sama lain. Bahkan seekor unta betina menjauhkan kakinya dari anaknya yang baru lahir karena khawatir menginjaknya." (HR. Bukhari, diriwayatkan dari Abu Hurairah)
Ya Allah, betapa ku ingin Engkau cintai...
***
Sri Susanti, Rabi'ul Awwal, 1426 H

Read more...

Allah Menjawab Do'a dengan CaraNya

Allah Menjawab Do'a dengan CaraNya


Pada suatu hari, seorang wanita sedang mengajar keponakannya. Dia biasanya menyimak apa yang diajarkan bibinya, tetapi kali ini dia tidak bisa berkonsentrasi. Karena salah satu kelerengnya hilang. Tiba-tiba anak itu berkata : "Bi, bolehkan aku berlutut dan meminta Allah untuk menemukan kelerengku?"

Ketika bibinya mengizinkan, anak itu berlutut di kursinya, menutup matanya dan berdo'a dengan sungguh-sungguh. Kemudian dia bangkit dan melanjutkan pelajaran.

Keesokan harinya, bibinya yang takut do'a keponakannya tidak terjawab dan dengan demikian melemahkan imannya, dengan khawatir bertanya : "Sayang apakah engkau sudah menemukan kelerengmu?"
"Tidak Bi", jawab anak itu, "Tetapi Allah telah membuatku tidak menginginkan kelereng itu lagi."

Alangkah indahnya iman anak itu. Allah memang tidak selalu menjawab do'a kita menurut kehendak kita, tetapi jika kita tulus berdo'a, Dia akan mengambil keinginan kita yang bertentangan dengan kehendakNya. Masalah terbesar dari do'a adalah bagaimana membiarkannya mengalir dan mengizinkan Allah menjawab dengan caraNYA

Read more...

peternakan coy

peternakan coy
susu

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP