BULAN SURA DALAM PANDANGAN ISLAM
>> Senin, 05 Januari 2009
“ Sesunggguhnya bilangan bulan pada sisi ALLAH adlah dua belas bulan, dalam ketetapan ALLAH di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah ( ketetapan ) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semua sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya ALLAH beserta orang-orang yang bertakwa. ” ( Q.S At – Taubah : 36 )
Islam memiliki penanggalan sendiri yang disebut kalender Hijriyah yang digagas pada zaman khalifah Umar bin Khatab r.a Dan ditetapkan sebagai kalender Islam. Kalender ini berisi duabelas bulan dalamsetahun yaitu, Muharram, Shafar, Rabi’ul Awwal, Rabi’ul Akhir, Jumadil Ula, Jumadits Tsaniyah, Ra’jab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal. Dzul Qa’idah dan Dzul Hijjah. Kemudian dalam masyarakat Jawa kalender ini dipakai dengan nama bulan yang diadaptasikan dengan kultur Jawa. Nama-nama bulan tersebut menjadi : Sura, Sapar, Mulud, Bakda Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Syawal, Dulkaidah dan Besar.
Dari duabelas bulan tersebut bulan Sura adalah bulan yang dianggap keramat oleh sebagian masyarakat Jawa. Bulan ini dipandang sebagai bulan yang kurang baik untuk mengadakan hajatan, seperti pernikahan, khitanan, pindah rumah, dan lain-lain. Intinya hajatan yang dilaksanakan pada bulan ini akan mendatangkan musibah/kesialan.
Untuk mengantisipasi hal tersebut sebagian orang mengadakan acara tirakatan malam satu Sura, nyadranan, larungan atau acara-acara lain yang bernuansa kesyirikan. Hampir sama dengan hal tersebut kegiatan pada bulan Sura adalah kirab kerbau bule di Solo yang dikenal dengan kiyai Slamet untuk dicari berkahnya.
Pada bulan ini pula orang-orang dari kalangan Syiah terutama di Iran, Pakistan, Iraq dan Lebanon mengadakan acara perkabungan atas kematian Husein bin Ali bin abi Thalib r.a ( cucu Rasullah SAW ) di Karbala. Mereka memeriahkan acara tersebut dari tanggal 1 – 9 Muharramdengan berpawai besar-besaran di jalan menuju Al Husainiyyah hanya memakai sarung dan bertelanjang dada lalu memukuli dada dan punggungnya dengan rantai besi sampai memar, dan puncak acaranya tanggal 10 Muharram mereka melukai terutama dahi sehingga berlumuran darah.
Benarkah cara-cara seperti ini dalam pandangan Islam untuk menyambut bulan Muharam?
Muharram adalah Bulan Mulia
ALLAH berfirman yang artinya : “ Sesunggguhnya bilangan bulan pada sisi ALLAH adlah dua belas bulan, dalam ketetapan ALLAH di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah ( ketetapan ) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semua sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya ALLAH beserta orang-orang yang bertakwa. ” ( Q.S At – Taubah : 36 )
Syekh Abdurrahman Nashir As-Sa’di berkata : “ Empat bulan tersebut adalah Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Dinamakan haram karena kemuliaan yang lebih dan diharamkannya peperangan pada bulan itu. ” ( Taysir Karim ar-Rahman fil Tafsir Kalam al Manan, hal, 296 ).
Disyariatkan Puasa Asyura’
Puasa Asyura adalah puasasunnah yang dilaksanakan pada tanggal sepuluh Muharram ( Sura ). Puasa ini diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW untuk dikerjakan sebelum puasa Ramadhandan setelah kewajibannya puasa Ramadhan,puasa ini tetap sunnah untuk dikerjakan. Hal ini berdasarkan hadist Rasullah yang artinya: “ Dahulu Rasullah SAW memerintahkan untuk berpuasa Assyura, tatkala puasa Ramadhan diwajibkannya puasalah dan siapa yang tidak ingin, tidak usah berpuasa. ” ( H.R.Bukhari )
Ibnu Abbas menceritakan, “ Rasullah SAW tiba di Madinah, lalu Beliau melihat orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura ( 10 Muharram ). Beliau bertanya : “ Hari apakah ini? “ Mereka menjawab : Hari ini adalah hari baik. Pada hari ini ALLAH menyelamatkan Bani Israel dari musuhnya, maka Musa a.s berpuasa pada hariini karena syukur kepada ALLAH. Dan kami juga berpuasa pada hari ini untuk mengagungkannya. Nabi SAW bersabda : “Aku lebih berhak atas Musa dari kalian “. Maka Nabi berpuasa Asyura dan memerintahkan ( umat Islam ) berpuasa. (H.R.Bukhari dan Muslim)
Puasa Asyura memiliki keutamaan menghapus dosa setahun yang telah lalu, menghapus dosa setahun yang telah lalu, berdasarkan hadist berikut yang artinya : Rasulullah ditanya tentang Asyura, jawabnya : “ Puasa Asyura menghapus dosa setahun yang lalu. ” ( H.R.Muslim, At Tarmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad )
Puasa Asyura dan Tasu’a
Berdasarkan hadist dari Ibnu Abbas : tatkala Rasullah SAW berpuasa pada hari itu, para sahabat berkata : “ Wahai Rasulullah, ini adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasara “, maka Beliau bersabda : “ Tahun depan Insya ALLAH kita akan berpuasa pada hari kesembilan. “ Ibnu Abbas berkata : “ Tahun berikutnya belum dating Rasulullah sudah meninggal, “ ( H.R. Muslim, Abu Dawud dan Ahmad)
Imam Nawawi berkata : “ Jumhur ulama salaf dan khalaf berpendapat bahwa hari Asyura adalah hari kesepuluh. Hanya saja Rasulullah SAW berniat untuk berpuasa pada hari kesembilan untuk membedakan terhadap Ahlul Kitab, setelah diinformasikan kepada Beliau bahwa hari tersebut adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasara. Maka dari itu Imam Nawawi berkata : “ As Syafi’I dan para pengikutnya, Ahmad, Ishaq, dan lainnya berpendapat, disunahkan untuk berpuasa padahari kesembilan dan kesepuluh karena Nabi Muhammad SAW berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat untuk berpuasa pada hari kesembilan. Berkata para ulama kemungkinan sebab melaksanakan puasa pada hari kesembilan dan kesepuluh padabulan Muharram adalah agar tidak menyerupai orang-orang Yahudi yang berpuasa pada hari kesepuluh bulan tersebut. Dan itulah yang tersirat dari hadist tersebut.
Al-Allamah Muhammad Shiddiq Hasan Khan berkata : “ Mayoritas ulama menyunahkan berpuasa hari kesembilan dan kesepuluh ( pada bulan Muharram ) “. ( Roudhoh an-Nadiyah hal : 558 ).
Imam As Syaukani berkata : “ Bagi yang ingin berpuasa As Syura hendaknya berpuasa pada hari sebelumnya ”. ( Saiful Jaror jus 2 hal : 148 ).
Diantara Perkara Bathil di Bulan Muharram
Ibnu Qayyim berkata : Diantara hadist-hadist yang bathil adalah hadist tentang memakai celak pada hari Asyura, berhias, banyak berinfak kepada keluarga, shalat, dan amaln-amaln lainnya yang mempunyai fadhilah padahal tidak ada yang shahih berkaitan dengan amalan tersebut. Hadist-hadist yang shahih hanya berkisar mengenai puasa Nabi SAW.
Termasuk yang perkara bathil adalah menjadikannya Assyura sebagai hari penyiksaan dan kesedihan. Ini adalah bid’ah dan mungkar. Ibnu Rajab dalam Lathoif al-Ma’arif mengatakan “ Adapun dijadikannya Assyura sebagai acara jamuan makan seperti dilakukan Syiah Rafidhah, karena untuk memperingati terbunuhnya husein bin Ali r.a. maka hal ini termasuk amalan orang yang sia-sia walaupun ia menganggap sudah melakukan kebajikan, ALLAH dan Rasul-Nya tidak memerintahkan untuk menjadikan hari dimana para nabi tertimpa musibah dan kematiannya sebagai jamuan makan. Apalagi orang selain mereka. ( Durusun ‘Aamun, Abdul Malik Al-Qassim hal 11 – 12 ) .
Kesimpulan
Bulan Sura atau Muharram adalah bulan yang dimuliakan dalam agama Islam bahkan ada sunnah berpuasa didalamnya. Tidak ada sedikitpun nilai mitos dan kekeramatan seperti yang diekspresikan atau dipersepsikan sebagian masyarakat, seperti mitos-mitos di atas. Menjadikan bulan Sura sebagai bulan keramat hanya akan menjerumuskankepada kesyirikan. Karena keyakinan tersebut mengantarkan kepada tindakan irrasional yang menyimpang dari aqidah Islam.
Demikian pada bulan Sura, bukan bulan perkabungan seperti yang dilakukan oleh orang-orang dari kalangan Syiah dimana hal itu adalah cerminan dari sikap Ghuluw ( eksterm/berlebih-lebihan )terhadap imamnya. Agama Islam melarang umatnya untuk berbuat Ghuluw dalam segala hal.
M.Syaifuddin, S.Sy, S.Th.I
( pengasuh PP. Al Manar Muhammadiyah Kulonprogo )
0 komentar:
Posting Komentar