Memfokuskan Pembangunan Perekonomian Aceh

>> Selasa, 06 Januari 2009

Diskusi refleksi akhir tahun 2008 yang diselenggarakan DPP PRA (Dewan Pimpinan Pusat Partai Rakyat Aceh) tentang ekonomi politik menghasilkan sebuah catatan terhadap ekonomi Aceh. Menurut Dr Nazamuddin yang menjadi salah satu pembicara dalam diskusi ini,

permasalahan pembangunan ekonomi Aceh saat ini adalah ketidakfokusan pemerintah dalam membangun perekonomian. Beliau menilai pemerintah Aceh harus memiliki fokus dengan mengedepankan skala prioritas dalam pembangunan ekonomi Aceh. Atau dengan kata lain pemerintah Aceh harus mempunyai (memimjam istilah yang digunakan oleh Dr Nazamuddin dalam diskusi tersebut) ‘leading sector’ dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi di Aceh.

Secara teoritis, keberadaan ‘leading sector’ dalam suatu perekonomian memang diperlukan. Keberadaan ’leading sector’ dibutuhkan untuk menjadi penggerak utama dalam pertumbuhan suatu wilayah. Keberadaan ‘leading sector’ ini nantinya juga akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian daerah sehingga sektor lain juga ikut bangkit dan mendapatkan manfaat. Selain itu, dengan fokusnya pengembangan perekonomian pada satu sektor atau pada satu sub sektor saja yaitu pada ‘leading sector’ juga akan memudahkan pemerintah setempat dalam menjalankan, mengontrol, mengawasi dan mengevalausi kebijakan pemerintah terhadap pengembangan sektor tersebut.

Belajar dari Gorontalo

www.aceh-economic-review.com

Gorontalo merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang berhasil meningkatkan perekonomiannya dengan memfokuskan pengembangan ekonominya pada sektor tertentu saja yaitu pertanian dengan fokus pada komoditas jagung. Propinsi Gorontalo merupakan Propinsi yang tergolong muda di Indonesia. Baru pada tahun 2001, propinsi ini resmi berdiri. Namun demikian Propinsi berpenduduk sekitar 880 ribu jiwa ini tergolong maju pesat. Di bawah kepemimpinan Gubernur Fadel Muhammad, dalam jangka waktu relatif singkat yaitu sekitar dua tahun, Gorontalo berhasil menunjukkan eksistensi dan sumbangsihnya kepada Indonesia dengan menjadi salah satu pengekspor jagung ke luar daerah. Bahkan, dua bulan kemudian Gorontalo sudah mulai mengekspor jagung ke luar negeri. Hingga Agustus 2003, total jagung yang dijual ke luar Gorontalo, baik domestik maupun luar negeri, mencapai jumlah 66 ribu ton lebih.

Secara konseptual sasaran pengembangan kawasan yang dilakukan di Gorontalo adalah untuk mengembangkan kawasan pertanian yang berpotensi menjadi kawasan agropolitan, melalui : 1) Pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis agar mampu meningkatkan produksi, produktivitas komoditi pertanian serta produk-produk olahan pertanian, yang dilakukan dengan pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang efisiensi; 2) Penguatan kelembagaan petani; 3) Pengembangan kelembagaan sistem agribisnis (penyedia agroinput, pengelolaan hasil, pemasaran dan penyedia jasa); 4) Pengembangan kelembagaan penyuluhan pembangunan terpadu; 5) Pengembangan iklim yang kondusif bagi usaha dan investasi; pendekatan pembangunan wilayah berbasis komunitas lokal menjadi acuan untuk membangun kualitas pertanian di Propinsi Gorontalo. Diharapkan dengan pendekatan ini, partisipasi aktif masyarakat terkristalisasi dalam suatu sinergitas antar grass root system hingga pembangunan sektoral bahkan antar wilayah pengembangan menuju peningkatan competitive advantage, value added, dan value changed.

Kemudian, ada keberanian dan kejelian dari pemerintah propinsi dalam melirik potensi Gorontalo. Lahan pertanian di Propinsi seluas kurang lebih 12 ribu km2 itu memang sebagian besar terdiri lahan kering. Menurut data dari Pemerintah Propinsi Gorontalo, saat ini terdapat lahan kering selaus 126 ribu ha lebih. Sementara lahan sawahnya hanya 2,8 ribu Ha.

Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah propinsi memutuskan untuk memfokuskan pengembangan komoditas jagung sebagai komoditas andalan di Propinsi Gorontalo. Pilihan ini tentunya cukup berani, bukan apa-apa, biasanya prioritas utama pengembangan bahan pangan adalah beras, mengikuti titik berat pembangunan pangan di tingkat nasional. Tapi, gubernur ternyata lebih memilih jagung. Pilihan pengembangan jagung sebagai komoditas unggulan salah satu juga dipengaruhi oleh kunjungannya ke Cina dimana kunjungan memberikan inspirasi kepada Gubernur untuk mengembangkan jagung di Gorontalo.

Beberapa pertimbangan yang menjadi dasar pemilihan pengembangan jagung antara lain, di Gorontalo tersedia lahan yang sangat luas yang cocok untuk pengembangan tanaman jagung. Iklim Gorontalo juga mendukung upaya penanaman jagung. Para petani jagung Gorontalo bisa panen 2-3 kali satu tahun. Air tanah di lahan datar cukup dangkal, dengan kedalaman berkisar antara 3-8 meter. Dan dua pelabuhan, Anggrek dan Gorontalo, sangat mendukung untuk perdagangan jagung ke luar Gorontalo.

Keberanian dan kejelian pemerintah Gorontalo dalam memilih komoditas pengembangan juga diikuti dengan penyiapan industri jagung dari hulu ke hilir yang juga sudah diperhitungkan secara cermat. Pemerintah Propinsi Gorontalo menjamin ketersediaan benih unggul (hibrida dan komposit) dan pupuk dengan harga terjangkau. Pemerintah Propinsi Gorontalo juga menganggarkan dana untuk menyediakan dan membangun sarana dan prasarana yang mendukung industri jagung. Sepanjang 130 km jalan sentra produksi jagung dibangun. Demikian juga gudang/silo. Tak ketinggalan Pemerintah Propinsi Gorontalo juga mengusahakan tersedianya alat pemipil jagung dengan kapasitas 1400-2000 kg/jam.

Dan yang sangat penting dalam kebijakan jagung, Pemerintah Propinsi Gorontalo menjamin dukungan pasar atas produksi jagung yang dihasilkan petani. Salah satunya dengan menetapkan kepastian harga jagung. Saat ini, Pemerintah Propinsi Gorontalo mematok harga jual jagung dari petani sebesar Rp 700/kg dengan kadar air 17%.

Sedangkan harga gudang berselisih 100 rupiah, yakni Rp 800/kg dengan kadar air sama.Jagung Gorontalo dipasarkan keluar daerah, bahkan ke luar negeri. Untuk pasar domestik, sebagian besar jagung Gorontalo dijual ke Pulau Jawa. Sementara untuk ekspor ke laur negeri, saat ini beberapa negara sudah menajdi tujuan rutin pengiriman jagung Gorontalo. Ngara-negara tersebut adalah Malaysia, Korea, Jepang dan Philipina. Untuk pasar ekspor, Gubernur pasang target untuk memasok sekitar 1 juta ton jagung ke Korea.

Untuk mengembangkan lebih lanjut industri agribisnis jagung di Gorontalo, Pemerintah Propinsi Gorontalo telah menyusun beberapa kegiatan yang berkaitan dengan kelembagaan agribisnis. Kegiatan tersebut antara lain, pembentukan posko agropolitan di tingkat kecamatan, pembinaan kelompok tani, dan terbentuknya Masyarakat Agribisnis Jagung (MAJ).

Di samping itu, Pemerintah Propinsi Gorontalo juga menyusun kegiatan on farm, untuk menjamin kontinuitas hasil Produksi jagung. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah; percontohan teknologi budidaya jagung di 70 lokasi dan setiap lokasi 10 ha, pada sentra produksi jagung; pembentukan maize center dengan program show windows, selaku percontohan sumber teknologi jagung, perbaikan jagung varietas lokal, menyusun master plan yang berbasis pengembangan jagung; demplot, pemupukan dan teknologi pengolahan tanah; pemanfaatan air tanah ( 3 kali tanam dalam setahun ); dan percontohan sistem tanaman dan ternak (crop livestock system).

Aceh

Melihat RPJM Aceh 2007-2012, pada bagian arah kebijakan umum bidang ekonomi terdapat poin yang menyebutkan bahwa salah satu arah kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi adalah melakukan revitalisasi pertanian dan perikanan yang difokuskan pada pengembangan komoditi unggulan dan mendorong pengembangan kluster-kluster industri pengolahan hasil pertanian dan perikanan. Melihat hal tersebut, cukup menggambarkan bahwa sebenarnya dalam rencana pembangunan Aceh dalam jangka waktu hingga tahun 2012 terdapat arah yang jelas. Namun demikian, di dalam poin tersebut belum tergambarkan cukup jelas pada komoditas unggulan mana yang menjadi prioritas pembangunan ekonomi Aceh.

Berdasarkan perkembangan ekonomi Aceh per sektor hingga tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Bank Dunia terlihat bahwa sektor pertanian, kehutanan dan perikanan memang merupakan sektor yang mengalami perkembangan yang cukup baik. Sektor listrik, gas & air, bangunan, transportasi & komunikasi, keuangan & perbankan, dan Jasa-jasa memang mengalami perkembangan yang lebih tinggi, namun hal ini disebabkan akibat keterkaitan sektor-sektor tersebut dengan usaha rekonstruksi pasca tsunami di Aceh. Perkembangan sektor pertanian yang mencapai 4,9 persen merupakan untuk pertama kalinya melebihi tingkat produksi pada masa sebelum tsunami, dan juga jauh lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan rata-rata sektor pertanian pulau Sumatera yang tercatat sebesar 2,3 persen secara keseluruhan. Selain itu sektor pertanian juga merupakan sektor terbesar yang menyerap tenaga kerja di Aceh yaitu sebesar 60 persen.

Apabila diperhatikan lebih jauh, pertumbuhan sektor pertanian di Aceh di dominasi oleh sub sektor perkebunan yang di ikuti oleh tanaman pangan dan perikanan. Mengamati hal tersebut mungkin pemerintah Aceh bisa mengambil salah satu komoditas yang ada di sub sektor perkebunan atau tanaman pangan untuk kemudian dijadikan prioritas dalam pengembangan ekonomi di Aceh. Tentunya kemudian dalam menentukan prioritas komoditas yang akan dikembangkan juga mempertimbangkan hal-hal lain seperti ketersediaan dan kondisi lahan, ketersediaan infrastruktur, dukungan pasar dan lain sebagainya.

Selain itu, dalam pengembangan komoditas tersebut, perlu dipersiapkan suatu industri dari hulu hingga ke hilir yang juga sudah diperhitungkan secara cermat sehingga manfaat yang akan ditimbulkan dari pengembangan komoditas tersebut dapat lebih besar. Industri pengolahan terhadap komoditas tersebut akan memberikan nilai tambah bagi komoditas tersebut sekaligus juga akan memberikan efek ganda (multiplier effect) bagi sektor-sektor lain yang berkaitan.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ketahanan perekonomian daerah, jangan sampai apabila sektor atau sub sektor atau komoditas yang menjadi fokus pemerintah Aceh dalam pengembangan perekonomian mengalami kelesuan maka perekonomian ikut mengalami ‘guncangan’ ekonomi yang besar. Harus dipikirkan suatu mekanisme sistem perekonomian yang baik sehingga perekonomian Aceh memiliki ketahanan yang kuat.

* Mahasiswa asal Aceh, sedang menyelesaikan studi di Teknik Planologi (Perencanaan Wilayah dan Kota) ITB Bandung

0 komentar:

peternakan coy

peternakan coy
susu

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP